Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi
Tagarterkini.com, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi UU Narkotika terhadap UUD 1945 terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan. MK menilai materi yang diuji adalah kewenangan DPR dan pemerintah.
Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di gedung MK yang disiarkan langsung melalui channel YouTube MK menilai bahwa materi yang diuji adalah kewenangan DPR dan pemerintah
“Mengadili. Menolak permohonan pemohon,” katanya seperti yang dilihat Lenterainspiratif.id Rabu (20/7/2022).
Terkait apakah benar ganja memang bisa digunakan untuk medis itu adalah kewenangan DPR dan pemerintah untuk mengkaji hal itu.
“Hal itu bagian dari open legal policy,” ucap MK.
Dalam sidang itu Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti dan kawan-kawan meminta MK untuk mengubah Pasal 6 Ayat (1) UU Narkotika untuk memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis.
Mereka juga meminta MK menyatakan Pasal 8 Ayat (1) yang berisi larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan inkonstitusional.
Ahli asal Inggris, Stephen Rolles mengatakan, penetapan ganja sebagai narkoba golongan I adalah kebijakan politis. Stephen menilai disetarakannya golongan ganja dengan heroin, sabu, hingga ekstasi bukan didasarkan alasan kesehatan.
“Secara umum, kalau kita melihat secara historis banyak keputusan-keputusan tentang penggolongan obat-obatan tersebut, khususnya yang sudah lama dilakukan puluhan tahun yang lalu, seperti LSD atau cannabis (ganja) itu terjadi dalam suatu konteks yang sangat terpolitisasi,” kata pria yang akrab disapa Steve.
Sedangkan, Dekan Fakultas Hukum (FH) Unika Atma Jaya, Jakarta, Asmin Fransiska menyatakan setuju ganja untuk kesehatan dilegalkan. Menurutnya, legalisasi itu sesuai dengan konstitusi yang menjamin hak atas kesehatan masyarakat.
“Konstitusi Republik Indonesia Pasal 28H ayat (1) menjamin hak atas kesehatan, atas layanan kesehatan kepada semua. Salah satu sifat dari hak atas kesehatan adalah bahwa hak tersebut bersifat progressive realization atau pemenuhannya harus dilakukan terus-menerus secara progresif dan tidak boleh regresif atau menurun serta diberikan dan dipenuhi tanpa diskriminasi atau nondiscriminations principle,” kata Asmin.