Mojokerto, tagarterkini – Ketua Divisi Advokasi Komite Solidaritas Perlindungan Perempuan dan Anak-Partai Solidaritas Indonesia (KSPPA-PSI) pusat, Tanti Herawati menyebutkan bahwa korban kekerasan terhadap perempuan seperti yang dialami Novia Widyasari masih marak terjadi.
Tidak hanya itu, menurut Tanti kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat drastis di massa pandemi.
“Banyak (kasus seperti Novia), banyak sekali,” ucap Tanti saat diwawancara awak media usai ziarah ke makam Novia, Jumat (10/12/2021).
Masih kata Tanti, KSPPA-PSI telah menerima banyak laporan terhadap kekerasan perempuan dan anak, pihaknya juga banyak melakukan pengwalan. namun kasus yang dialami Novia bukanlah kasus yang biasa.
“Kami akan mengawal kasus ini sampai benar-benar tuntas. Kami harap pemerintah melek dengan kasus kasus perempuan,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPP PSI, Imelda Berwanty Purba merasa miris atas kematian Novia dengan cara bunuh diri lantaran depresi diduga karena tengah hamil dan diminta melakukan aborsi oleh kekasihnya.
“Kami dari perwakilan tingkat pusat, wilayah dan daerah turut berbelasungkawa dan bersimpati atas kematian adik kita Novia,” ucapnya.
Dalam pandangan Imelda, kekerasan yang dialami Novia tidak hanya terjadi sekali saja. “Ia mengalami kekerasan berlapis,” ucapnya.
Untuk itu, ia mengajak semua pihak agar menyuarakan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Mengingat saat ini kekerasan terhadap perempuan dan anak sedang marak.
“Kita akan harus perangi, agar tidak ada korban seperti Novia,” pungkasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Novia Widyasari Rahayu (23) ditemukan meninggal dunia di makam Ayahnya di Desa Japan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Kamis (2/12/2021).
Novia melakukan aksi bunuh diri, diduga lantaran depresi setelah dipaksa Randy menggugurkan kandungannya sebanyak dua kali.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih dalam oleh pihak kepolisian, akhirnya Bripda Randy terbukti bersalah atas tindakan aborsi.
Bripda Randy ditangkap Polda Jatim pada, Sabtu (4/12/2021) dan memutuskan untuk memberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Bripda Rendy Bagus (21).
“Tindak tegas baik sidang kode etik untuk dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH),” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, Minggu 5 Desember 2021.
Tidak hanya itu, lanjut Dedi, Bripda RB juga akan diproses pidana sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya. (Diy)