Tagarterkini.com, Mojokerto – Aktivis lingkungan di Mojokerto memeringatkan akan potensi bencana banjir bandang seperti yang terjadi di Kota Batu. Potensi bencana yang sama bisa terjadi lantaran di wilayah hulu sungai di Kabupaten Mojokerto telah rusak oleh eksploitasi tambang.
Paguyuban Srikandi Peduli Lingkungan Majapahit (PSPLM) mewanti-wanti pemerintah agar memperhatikan pegunungan Mojokerto yang rusak akibat tambang galian ilegal.
“Potensi bencana sangat mungkin terjadi, kondisi di hulu sudah rusak aktivitas tambang,” kata Ketua PSPLM, Suwarti, Kamis (11/11/2021)
Menurutnya persoalam kerusakan lingkungan di wilayah pegunungan Mojokerto memang menjadi persoalan yang tak kunjung terselesaikan. Bahkan, kondisi tiap tahun semakin parah.
“Lingkungan di pegunungan Mojokerto sudah rusak karena banyaknya aktivitas galian C baik itu legal maupun ilegal dan juga penebangan liar,” ucapnya.
Lebih lanjut, banyaknya pertambangan galian C semakin membuat hutan menjadi gundul dan lahan hijau di Kabupaten Mojokerto semakin terkikis. “Kerusakan lingkungan ini disebabkan alih fungsi hutan karena pengembangan pembangunan dikawasan bukit dengan cara meng-exploitasi habis habisan,” tegasnya.
Berkaca banjir bandang yang terjadi di Kota Batu, PSPLM meminta Pemerintah segera melakukan tindakan atas kerusakan lingkungan di wilayah pegunungan.
“Kota Batu merupakan wilayah pegunungan, sama seperti kecamatan Pacet, Gondang, dan Jatirejo. Harusnya banjir bandang di Batu bisa dijadikan pembelajaran agar Pemkab segera melakukan tindakan tegas,” paparnya.
Suwarti juga meresahkan intensitas hujan yang tinggi. Menurutnya, hal ini bisa membuat wilayah pegunungan terancam bencana.
“Kondisi di Pegunungan Kabupaten Mojokerto sangat mengkhawatirkan, khusunya jika terjadi hujan deras dan angin kencang karena rawan banjir dan longsor,” pungkasnya.
Seperti yang diketahui, Kota Batu dilanda banjir bandang hebat pada 4 November 2021. Akibatnya, sebanyak 7 orang meninggal dan sekiyltar 600 keluarga di wilayah setempat turut menerima imbas dari bencana tersebut.
Banyak yang menduga bencana tersebut disebabkan menurunnya luas hutan diwilayah setempat. Bahkan, dalam riset yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional, dari tahun 1995 – 2021 terjadi penurunan hutan seluas 2085 ha, penurunan sawah seluas 2295 ha, peningkatan Kawasan pemukiman 420 ha, dan peningkatan luas perkebunan sebesar 3939 ha.
Kondisi lingkungan di Kota Batu bisa dikatakan menyerupai kondisi lingkungan di wilayah pegunungan Kabupaten Mojokerto. Selain sama-sama berada di dataran tinggi (dataran ketinggian Kota Batu : 862 DPL, ketinggian dataran wilayah Pacet : 700 DPL) keduanya juga sama-sama mengalami kerusakan lingkungan.